Hidayat Kampai: Enam Setengah Tahun untuk Tiga Ratus Triliun, Negeri Komedi Hukum

    HUKUM-Di negeri yang katanya menjunjung tinggi keadilan, ternyata ada satu drama komedi yang tak pernah lekang dari panggung, korupsi. Kali ini, giliran aktor bernama Harvey Moeis yang berperan dalam "film" korupsi pengelolaan tata niaga timah. Plotnya? Negara dirugikan Rp 300 triliun, tapi Harvey cuma dapat "tiket penjara" selama 6, 5 tahun. Sebuah cerita yang begitu absurd hingga membuat logika kita terkekeh miris.

    Hakim dalam cerita ini, sang sutradara keadilan, punya alasan yang katanya berlandaskan fakta. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, hakim ketua Eko Aryanto mengatakan tuntutan jaksa yang meminta 12 tahun terlalu berat. Kenapa? Karena Harvey, menurut hakim, hanya “pemain figuran” dalam cerita ini. Ia dianggap tidak memiliki "peran besar" dalam kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Harvey, kata hakim, hanya mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam pertemuan dengan PT Timah. Ia bukan direktur, komisaris, atau pemegang saham. Harvey hanya, ya... membantu temannya, Direktur Utama PT RBT Suparta, yang kebetulan juga divonis bersalah.

    Namun, mari kita perhatikan hitung-hitungan kerugian negara dalam kasus ini:  

    - Rp 2, 2 triliun dari penyewaan alat pengolahan timah yang tidak sesuai aturan.  
    - Rp 26, 6 triliun dari pembayaran bijih timah tambang ilegal.  
    - Rp 271 triliun dari kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal.  

    Total? Rp 300 triliun lebih! Tapi, entah kenapa, perhitungan ini seolah hanya menjadi angka-angka yang diucapkan tanpa rasa berat. Apakah karena angkanya terlalu besar, jadi dianggap tidak nyata? Seperti anak kecil bermain monopoli, mungkin.

    Yang membuat cerita ini lebih menggelitik, Harvey—sang terdakwa—ternyata menerima vonis 6, 5 tahun itu dengan senyuman manis. Bahkan, ada video yang beredar menunjukkan Harvey berpelukan mesra dengan istrinya sebelum masuk ke mobil polisi. Tanpa borgol, tanpa beban. Seolah ingin berkata kepada dunia, "Enam tahun? Itu hanya seperti liburan panjang."

    Ironi makin menyesakkan saat kita tahu siapa istrinya, seorang artis papan atas. Dalam drama ini, ia seperti pasangan raja dan ratu yang diduga juga menikmati hidup dari uang rakyat. Apakah sang istri juga ikut menikmati hasil kejahatan ini? Tidak ada yang tahu pasti. Tapi masyarakat mulai muak dan berspekulasi, hingga muncul seruan untuk memboikot produk-produk yang menggunakan wajahnya sebagai model. Sebuah hukuman sosial yang mungkin lebih efektif daripada hukuman penjara suaminya.

    Kasus ini, seperti gunung es, hanya memperlihatkan puncaknya. Di bawah permukaan, ada tangan-tangan besar yang ikut menikmati hasil dari kerugian negara. Siapa mereka? Entahlah. Hanya Tuhan dan para pemain dalam drama ini yang tahu.

    Bagi rakyat kecil, cerita ini bukan hanya menggelitik. Ini adalah tamparan keras. Pencuri ayam bisa dihukum bertahun-tahun, tapi pencuri Rp 300 triliun cuma dihukum 6, 5 tahun. Jika ini bukan komedi hukum, lalu apa?

    Satu hal yang pasti, drama seperti ini tidak akan pernah tamat selama kita terus menontonnya tanpa protes. Mungkin, sudah saatnya rakyat berhenti menjadi penonton dan mulai mengambil peran utama dalam cerita keadilan. Atau, kita hanya akan terus menjadi korban dari lelucon terbesar di negeri ini.

    Jakarta, 29 Desember 2024
    Hidayat Kampai
    Pemerhati Hukum Indonesia

    hidayat kampai
    Dr. Hidayatullah

    Dr. Hidayatullah

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    Ketua MA RI Tegaskan Larangan Jamuan dalam...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Media OPININEWS.ID Berikan Beras Dan Baju Layak Pakai pada 153 ODGJ
    Polres Maros Gelar Konferensi Pers Akhir Tahun, Kapolres Paparkan Capaian Tahun 2024
    Press Release Akhir Tahun 2024, Kapolda Sulsel Paparkan Ungkapan Kasus Hingga Prestasi

    Ikuti Kami